HEY

“Hey…”

“Hallo…”

Tidak pernah mengucapkan kata itu. Berat sekali untuk mempublish ini, ini bukanlah puncak dari emosi sesaat saya. Akan lebih baik juga lewat tulisan. Entah kenapa saya mempertahankannya selama ini, mencoba mencari yang lain dan menyukai yang lain tapi saya akan tetap memikirkannya. Cinta tak terbalas…

Saya mudah untuk mengingat kata itu. Mudah dalam ingatan saya.

TAHUN PERTAMA

Seorang gadis 16 tahun di tahun pertamanya di Sekolah Menengah Atas menyukai laki-laki yang sama sekali tidak ia kenal, duduk di depan kelasnya melihatnya memakai sepatu. Bodoh! Itu pertemuan yang saya benci. Mengenal namanya yang ternyata lelaki kelas tiga lewat teman saya ketika saya dengan yakin bilang saya menyukai kakak kelas saya yang lewat depan kelas kita setelah pelajaran Agama. Dan saya juga yakin lelaki itu juga pelajaran Agama. Sabtu menyenangkan, saya sebut itu.

Menyebut namanya setiap saat tanpa beban di depan teman saya, keluarga, guru les saya, dan yang tidak saya kenal.

Masih di tahun pertama, begitu banyak sekali cerita ketika lelaki itu menabrak perempuan cantik dari kelas lain. Teman saya bercerita itu dengan hebohnya, saya tekuk wajah saya sedikit. Mendengar bahwa lelaki itu meminta nomor ponsel perempuan itu di hari lain. Cukup…

Ini akan berakhir pedih, jangan baca sampai akhir…

Anniversary…..

Bazaar inilah pertama kali melihat lelaki itu memegang stik drum, pemain drum. Melihatnya dan meneriaki namanya, konyol…. Besoknya kabar buruk itu hadir di mana teman saya bercerita bahwa lelaki itu telah  memiliki kekasih sejak SMP. Memberinya handuk dan semangat di samping panggung saat malam bazaar itu. Bodoh….

Lelaki itu pergi sampai sekarang….

TAHUN KEDUA

Ini sebuah semangat, dimanapun dia berada dan milik siapa, Allah pasti berpihak sama saya. Bertemu seorang teman yang ternyata kakaknya adalah teman dari kekasih lelaki itu. Dia bercerita bahwa lelaki itu pernah mengunjungi rumahnya untuk menjemput kekasihnya.

Menjemput perempuan itu di kampus perempuan itu. Lelaki itu bahkan meminta perempuan itu menemaninya mengantar di hari terakhirnya di kota itu.

Saya masih di pendirian saya, dia milik saya hanya saja dia sedang tersesat. Sakit saat seseorang mengucapkan “udahlah ma, mas nya sama mbak itu udah cocok jangan ngrecokin”. Saya berharap nggak akan bertemu seseorang itu di hidup saya.

Inilah ketika guru les saya bercerita bahwa lelaki itu pernah menjadi siswanya saat beliau jadi wali kelas, lelaki itu berpura-pura bertengkar untuk membuat pesta ulang tahun beliau. Lucuu…

TAHUN KETIGA

Waktunya menyerah…

Percuma sepertinya saya berotasi di namanya.

TAHUN KEEMPAT

Ini akan sangat jauh bukan di sekolah itu lagi. Saya sudah menjadi mahasiswi sekarang. Mulai berani mengambil fotonya dari facebooknya. Kecewa karena jutaan ucapan rindu dari kekasihnya. Aargh…

 

 

Lelaki itu tidak mengenal saya, entah apa yang saya harapkan…

Melihatnya dengan pernikahan mereka

Published by sukmadj

Indonesian, blogger, reader, writer, stalker, singer, whatever.

Leave a comment